Langsung ke konten utama

Postingan

Day 1 Skripsi: Drama di Sebuah Kampung

                Pagi ini aku berusaha terus-menerus mensugesti diri untuk kembali bergerak produktif menjalankan apa yang sudah kurencanakan. Ya, dari dua hari yang lalu sebenarnya aku sudah seharusnya mencari data penelitian ini. Tapi karena alasan penyakit M ku kambuh, aku mengundur-ngundur waktu kemudian menyesal betapa dua hari terakhir aku sangat terlena. Tidak hanya karena M sih, tapi juga karena memang keadaanku sedang tidak baik dari segi fisik maupun segi mental.
Postingan terbaru

Day 1 Skripsi: Keyakinan yang Goyah

(lanjutan)                 “ Neng, cari ibunya ya ?” tanya seorang ibu pemilik warung itu.                 “ Iya, Bu. ”                 “ Tadi ke masjid sana. Udah dari tadi nunggu di sini. ”                 Perasannku seperti telah terjatuh dari gedung tinggi. Sontak aku langsung lari mencari ibuku padahal jarak satu masjid ke masjid lainnya itu cukup jauh. Aku lupa berpikir jernih dan bersikap tenang. Langsung emosional begitu saja. Takut ibu semakin tersesat, takut mengecewakannya, takut membuatnya menunggu lama, dan ada juga perasaan kesal. Saking kesalnya, kenapa kita tidak bisa bertemu. Kenapa????

BERDAMAI SEBAGAI INFJ

                  Pernahkah kamu merasa bahwa dunia diciptakan hanya untuk orang-orang ekstrovert? Ada yang pernah merasa demikian—mungkin kamu introvert, ada pula yang tidak—mungkin kamu ekstrovert.                 Tapi itu realitas yang tidak bisa dipisahkan. Ketika seorang introvert memilih mengisi energi dengan berdiam diri, kemudian orang-orang membicarakannya “sombong” atau bahkan “ anti sosial lu!” Kemudian banyak introvert yang tidak nyaman dengan dirinya sendiri. Selalu berusaha memenuhi ekspektasi orang lain yang haha-hihi sana-sini. Seolah ada sistem yang mengharuskan seluruh manusia di dunia ini untuk menjadi pribadi yang bersinar dan jadi pusat perhatian sebagaimana ekstrovert menyukainya. Seolah menjadi pendiam sama halnya dengan antisosial. Padahal aku adalah seorang pengamat sosial yang dalam, yang membuatku berpikir seribu kali untuk mengambil bagian dalam masyarakat. Apakah kehadiranku akan mengacaukan keseimbangan atau justru membantu?

Mengupas Buah "Fiksi" Rocky Gerung

“ Kitab suci adalah fiksi” (Rocky Gerung, 2018).             Begitulah kalimat Rocky Gerung yang banyak menuai pro dan kontra sejak sepuluh bulan lalu hingga saat ini. Dalam kasus ini, diperlukan konteks yang utuh untuk memahami dan menilai sebuah tuturan bahasa sehingga data-data yang mendukung haruslah berupa kalimat-kalimat sebelum dan sesudahnya beserta konteks situasi tuturannya. Leech (1993, hlm. 19) membagi aspek situasi tutur menjadi lima bagian yaitu (1) penutur dan lawan tutur; (2) konteks tuturan; (3) tindak tutur sebagai bentuk tindakan; (4) tujuan tuturan; dan (5) tuturan sebagai produk tindak verbal. Dari teori tersebut dapat terlihat bahwa adanya konflik pro dan kontra disebabkan oleh ketidaksinkronan beberapa aspek dalam situasi tuturan Rocky Gerung tersebut.

Tantangan Bandung-Tasik: 50K. Berhasil? (Part 2)

Aku kembali menunggui daganganku sembari mengobrol dengan ibu pedagang di sebelahku. Ternyata beliau orang Tasik juga. Dan aku ditawari untuk menginap di rumahnya. Aku senang sekali. Tapi hari itu sudah hari Sabtu dan kembali pada komitmen bahwa Senin kami harus kuliah. Jadi tidak memungkinkan untuk menginap. Ibu itu ingin ikut ke Tasik, katanya. Tapi aku khawatir, sungguh khawatir. Aku belum tau medan perang seperti apa. Jadi aku takut membawa orang tua, takut banyak hal tak terduga terjadi di perjalanan yang mengecewakan ekspektasinya. Awalnya aku dan temanku juga mau membawa ibu kami, tapi aku tidak meng-iya-kan, takut-takut malah merepotkan orangtua bukan melayaninya dengan baik.

Tantangan Bandung-Tasik: 50K. Berhasil?

Hari Ahad lalu, 17 Februari 2019. Aku dan temanku—Azmi memutuskan untuk mengambil rezeki tiket Kereta   Api Galunggung yang sedang promo alias gratis. Rencana dan keputusan itu baru dibuat 2 hari sebelumnya. Waktu itu temanku membuat WA-story tentang perpanjangan tiket gratis KA Galunggung dengan caption kira-kira seperti ini, “Gaada yang mau ngajak aku gitu?” Lalu dengan isengnya kubalas, “Hayu laah gaaasss.” Kemudian obrolan kami berlanjut perihal komitmen dan keseriusan kami dalam melakukan perjalanan ini. Tadinya mau hari Sabtu, tapi tidak jadi karena saat kami membicarakannya itu sudah Jum’at sore dan aku masih banyak urusan ini-itu. Alhasil kami memutuskan untuk berangkat Ahad pagi saja.

Alasan Aku Memulai...

“ Waktu akan membuat kita lupa. Tapi tulisan akan membuat kita ingat ,” begitu kira-kira kalimat dari Ayah PIdi Baiq sebagai biografi Instagram  The Panas Dalam Publishing -nya. Hari ini aku baru mengakui keabsahan dari kalimat itu. Aku sempat membaca tulisan temanku, Amel, yang isinya jurnal kejadian-kejadian kecil kami watu di SMP. Jujur saja aku banyak melupakan detailnya saat ini. Tapi setelah kubaca tulisan itu kembali, aku jadi tertawa snediri. Oh aku pernah melewati masa-masa indah ini. Menertawakan detail-detail lucu yang pernah kulalui bersama teman-temanku.